Wednesday, 16 April 2014

pengukuran Produktifitas Kerja



Pengukuran produktivitas kerja
Produktivitas kerja diukur dengan kuesioner kerusakan aktiviitas dan produktivitas kerja (Work Productivity and Activity Impairment Questionnaire/WPAI-GH) terdiri dari ketidakhadiran (jumlah hari tidak masuk kerja dalam 7 hari terakhir), kehadiran (datang bekerja walaupun dalam keadaan sakit atau merasa tidak enak badan) kehilangan produktifitas kerja (mengubah beban kerja) dan kerusakan aktivitas (tidak melakukan pekerjaan dalam 7 hari terakhir berhubungan dengan masalah kesehatan). Skor dari alat ini diekspresikan dalam tingginya jumlah presentasi kerusakan yang mencerminkan penurunan produktivitas. WPAI-GH bermanfaat untuk penelitian pada produktivitas tempat kerja dan berhubungan positif dengan berbagai jenis gejala dari sehat sakit. WPAI-GH dipilih karena instrument lain yang mengukur produktivitas kerja tidak termasuk kehadiran dan ketidakhadiran (Letvak, 2008).
Menurut Relly MC (1993) produktifitas kerja seseorang dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ektrinsik. Faktor intrinsik antara lain pengalaman kerja, sikap dan pendidikan  akan mempengaruhi ketrampilan dan skill disamping perkembangan teknologi. Faktor ekstrinsik yaitu manajemen, fasilitas kerja, lingkungan kerja dll yang akan mempengaruhi hubungan sosial antar individu. Lingkungan kerja yang baik serta hubungan social yang baik akan memberikan motivasi kerja yang tinggi sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja seseorang. produktivitas kerja seseorang akan menggambarkan produktivitas kerja organisasi yaitu efektivitas dan efesiensi. Produktivitas kerja yang diukur oleh Relly MC adalah dengan memakai WPAI.
Tekanan  untuk menekan biaya telah mengarahkan pada peningkatan ketertarikan terhadap produktivitas kerja perawat, karena biaya perawat adalah kategori tersendiri yang paling banyak diantara seluruh biaya lingkungan di rumah sakit.  Diperlukan usaha untuk meningkatkan produktiitas yang mempengaruhi pasien outcomes dan kualitas dari asuhan keperawatan. produktivitas keperawatan seharusnya dinilai tidak hanya sebagai keberhasilan dalam efisiensi tapi berhubungan juga dengan pengkajian tentang keefektifan. Keefektifan mengarah pada keselamatan pasien, mutu pelayanan, kepuasan pasien dan pasien outcomes seprti peningkatan status kesehatan. Indicator output yang lainnya adalah moral dari pekerja, kepuasan kerja, ketahanan, kehadiran (absensi), pergantian perawat; dengan kata lain, indicator kesejahteraan diantara para personel menurut Edwards dalam O’conor (2010)
Insititute for Management of Development, Swiss, World Competitiveness Book (2007), memberitakan bahwa pada tahun 2005, peringkat produktivitas kerja Indonesia berada pada posisi 59 dari 60 negara yang disurvei. Atau semakin turun ketimbang tahun 2001 yang mencapai urutan 46. Sementara itu negara-negara Asia lainnya berada di atas Indonesia seperti Singapura (peringkat 1), Thailand (27), Malaysia (28), Korea (29), Cina (31), India (39), dan Filipina (49). Urutan peringkat ini berkaitan juga dengan kinerja pada dimensi lainnya yakni pada Economic Performance pada tahun 2005 berada pada urutan buncit yakni ke 60, Business Efficiency (59), dan Government Efficiency (55). Lagi-lagi diduga kuat bahwa semuanya itu karena mutu sumberdaya manusia Indonesia yang tidak mampu bersaing. Juga mungkin karena faktor budaya kerja yang juga masih lemah dan tidak merata. Bisa dibayangkan dengan kondisi krisis finansial global belakangan ini bisa-bisa posisi Indonesia akan bertahan kalau tidak ada remedi yang tepat (Mangunprawira, 2010).
Pengukuran produktivitas tenaga kerja menurut system pemasukan fisik perorangan/perorang atau per jam kerja orang diterima secara luas, namun dari sudut pandangan/ pengawasan harian, pengukuran-pengukuran tersebut pada umumnya tidak memuaskan, dikarenakan adanya variasi dalam jumlah yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk yang berbeda. Oleh karena itu, digunakan metode pengukuran waktu tenaga kerja (jam, hari atau tahun). Pengeluaran diubah ke dalam unit-unit pekerja yang biasanya diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja yang terpercaya yang bekerja menurut pelaksanaan standar (Kurnia,2010).
Pengukuran merupakan hal yang paling penting dalam mengetahui ada tidaknya perubahan, perbedaan dan sebagainya. Tanpa pengukuran, maka kita tidak akan mungkin dapat mengatakan bahwa orang itu produktif sementara kita tidak mengukurnya, maka kesimpulannya diambil dengan spekulasi, sehingga tidak ilmia atau kesimpulan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan (Tohardi, 2002).
Papas & Reimer dalam Dale (2002) menyatakan Sebelum produktivitas R&P teukur, manajemen puncak pertam-tama harus menentukan apa yang mereka harapkan untuk diperoleh dari pusat riset mereka, dan apa tujuan dari system pengukuran produktivitas.
Menurut Atmospeprapto (2000) ada dua titik kunci untuk mengukur keragaan pada setiap situasi :
1.      Lebih memusatkan pada hasil akhir daripada kegiatan-kegiatan.
2.      Berpikir pada perbandingan dari kenyataan terhadap yang seharusnya.
Pengukuran produktivitas menurut Sinungan (1995), dalam arti perbandingan dapat dibedakan dalam tiga jenis antara lain :
1.      Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya.
2.      Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan, tugas, seksi,proses) dengan lainnya. Pengukuran ini menunjukkan pencapaian relatif.
3.      Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan ini merupakan hal yang terbaik sebagai pemusatan sasaran/tujuan.
Relevan dengan ukuran-ukuran di atas, Mangkunegara (2007) menyatakan beberapa faktor ukuran produktivitas kerja, antara lain :
1.      Kualitas kerja : Ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan
2.      Kuantitas Kerja : Output, penyelesaian kerja dengan ekstra
3.      Keandalan : Mengikuti instruksi, inisiatif, kehati-hatian, kerajinan
4.      Sikap : Sikap terhadap perusahaan/pimpinan, sikap terhadap pegawai lain, sikap terhadap pekerjan, sikap kerjasama.
Beberapa pendapat di atas dapat dilihat bahwa kondisi utama karyawan yang semakin penting dan menentukan tingkat produktivitas karyawan yaitu pendidikan, motivasi, semangat, disiplin, ketrampilan, sikap dan etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan dan iklim kerja, tehnologi, sarana produksi, managemen, kesempatan berprestasi dan jaminan sosial. Dengan harapan agar karyawan semakin gairah dan mempunyai semangat dalam bekerja (Ravianto, 1995). Akhirnya dapat mempertinggi mutu pekerjaan, meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.

1 comment:

  1. Apa tingkat spiritual seseorang berpengaruh terhadap produktifitas kerjanya?
    Mohon pencerahan

    ReplyDelete