Pengukuran produktivitas kerja
Produktivitas kerja
diukur dengan kuesioner kerusakan aktiviitas dan produktivitas kerja (Work Productivity and Activity Impairment
Questionnaire/WPAI-GH) terdiri dari ketidakhadiran (jumlah hari tidak masuk
kerja dalam 7 hari terakhir), kehadiran (datang bekerja walaupun dalam keadaan
sakit atau merasa tidak enak badan) kehilangan produktifitas kerja (mengubah
beban kerja) dan kerusakan aktivitas (tidak melakukan pekerjaan dalam 7 hari
terakhir berhubungan dengan masalah kesehatan). Skor dari alat ini
diekspresikan dalam tingginya jumlah presentasi kerusakan yang mencerminkan
penurunan produktivitas. WPAI-GH bermanfaat untuk penelitian pada produktivitas
tempat kerja dan berhubungan positif dengan berbagai jenis gejala dari sehat
sakit. WPAI-GH dipilih karena instrument lain yang mengukur produktivitas kerja
tidak termasuk kehadiran dan ketidakhadiran (Letvak, 2008).
Menurut Relly MC
(1993) produktifitas kerja seseorang dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan
ektrinsik. Faktor intrinsik antara lain pengalaman kerja, sikap dan
pendidikan akan mempengaruhi ketrampilan
dan skill disamping perkembangan teknologi. Faktor ekstrinsik yaitu manajemen,
fasilitas kerja, lingkungan kerja dll yang akan mempengaruhi hubungan sosial antar
individu. Lingkungan kerja yang baik serta hubungan social yang baik akan
memberikan motivasi kerja yang tinggi sehingga akan meningkatkan produktivitas
kerja seseorang. produktivitas kerja seseorang akan menggambarkan produktivitas
kerja organisasi yaitu efektivitas dan efesiensi. Produktivitas kerja yang
diukur oleh Relly MC adalah dengan memakai WPAI.
Tekanan untuk menekan biaya telah mengarahkan pada
peningkatan ketertarikan terhadap produktivitas kerja perawat, karena biaya
perawat adalah kategori tersendiri yang paling banyak diantara seluruh biaya
lingkungan di rumah sakit. Diperlukan
usaha untuk meningkatkan produktiitas yang mempengaruhi pasien outcomes dan kualitas dari asuhan
keperawatan. produktivitas keperawatan seharusnya dinilai tidak hanya sebagai
keberhasilan dalam efisiensi tapi berhubungan juga dengan pengkajian tentang
keefektifan. Keefektifan mengarah pada keselamatan pasien, mutu pelayanan,
kepuasan pasien dan pasien outcomes
seprti peningkatan status kesehatan. Indicator output yang lainnya adalah moral dari pekerja, kepuasan kerja,
ketahanan, kehadiran (absensi), pergantian perawat; dengan kata lain, indicator
kesejahteraan diantara para personel menurut Edwards dalam O’conor (2010)
Insititute
for Management of Development, Swiss, World Competitiveness Book (2007),
memberitakan bahwa pada tahun 2005, peringkat produktivitas kerja Indonesia
berada pada posisi 59 dari 60 negara yang disurvei. Atau semakin turun
ketimbang tahun 2001 yang mencapai urutan 46. Sementara itu negara-negara Asia lainnya berada di atas Indonesia seperti Singapura
(peringkat 1), Thailand
(27), Malaysia
(28), Korea
(29), Cina (31), India
(39), dan Filipina (49). Urutan peringkat ini berkaitan juga dengan kinerja
pada dimensi lainnya yakni pada Economic Performance pada tahun 2005 berada
pada urutan buncit yakni ke 60, Business Efficiency (59), dan Government
Efficiency (55). Lagi-lagi diduga kuat bahwa semuanya itu karena mutu
sumberdaya manusia Indonesia
yang tidak mampu bersaing. Juga mungkin karena faktor budaya kerja yang juga
masih lemah dan tidak merata. Bisa dibayangkan dengan kondisi krisis finansial
global belakangan ini bisa-bisa posisi Indonesia akan bertahan kalau tidak ada
remedi yang tepat (Mangunprawira, 2010).
Pengukuran produktivitas tenaga kerja menurut system
pemasukan fisik perorangan/perorang atau per jam kerja orang diterima secara
luas, namun dari sudut pandangan/ pengawasan harian, pengukuran-pengukuran
tersebut pada umumnya tidak memuaskan, dikarenakan adanya variasi dalam jumlah
yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk yang berbeda. Oleh karena
itu, digunakan metode pengukuran waktu tenaga kerja (jam, hari atau tahun).
Pengeluaran diubah ke dalam unit-unit pekerja yang biasanya diartikan sebagai
jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja yang terpercaya
yang bekerja menurut pelaksanaan standar (Kurnia,2010).
Pengukuran merupakan hal yang paling
penting dalam mengetahui ada tidaknya perubahan, perbedaan dan sebagainya.
Tanpa pengukuran, maka kita tidak akan mungkin dapat mengatakan bahwa orang itu
produktif sementara kita tidak mengukurnya, maka kesimpulannya diambil dengan
spekulasi, sehingga tidak ilmia atau kesimpulan tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan (Tohardi, 2002).
Papas & Reimer dalam Dale (2002) menyatakan Sebelum
produktivitas R&P teukur, manajemen puncak pertam-tama harus menentukan apa
yang mereka harapkan untuk diperoleh dari pusat riset mereka, dan apa tujuan
dari system pengukuran produktivitas.
Menurut Atmospeprapto (2000) ada dua titik kunci
untuk mengukur keragaan pada setiap situasi :
1.
Lebih memusatkan pada hasil akhir
daripada kegiatan-kegiatan.
2.
Berpikir pada perbandingan dari
kenyataan terhadap yang seharusnya.
Pengukuran
produktivitas menurut Sinungan (1995), dalam arti perbandingan dapat dibedakan
dalam tiga jenis antara lain :
1. Perbandingan-perbandingan
antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak
menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan namun hanya
mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya.
2. Perbandingan
pelaksanaan antara satu unit (perorangan, tugas, seksi,proses) dengan lainnya.
Pengukuran ini menunjukkan pencapaian relatif.
3. Perbandingan
pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan ini merupakan hal yang terbaik
sebagai pemusatan sasaran/tujuan.
Relevan
dengan ukuran-ukuran di atas, Mangkunegara (2007) menyatakan beberapa faktor
ukuran produktivitas kerja, antara lain :
1.
Kualitas kerja : Ketepatan, ketelitian,
keterampilan, kebersihan
2.
Kuantitas Kerja : Output, penyelesaian
kerja dengan ekstra
3.
Keandalan : Mengikuti instruksi,
inisiatif, kehati-hatian, kerajinan
4.
Sikap : Sikap terhadap
perusahaan/pimpinan, sikap terhadap pegawai lain, sikap terhadap pekerjan,
sikap kerjasama.
Beberapa pendapat di atas dapat dilihat bahwa kondisi
utama karyawan yang semakin penting dan menentukan tingkat produktivitas
karyawan yaitu pendidikan, motivasi, semangat, disiplin, ketrampilan, sikap dan
etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan dan iklim
kerja, tehnologi, sarana produksi, managemen, kesempatan berprestasi dan
jaminan sosial. Dengan harapan agar karyawan semakin gairah dan mempunyai
semangat dalam bekerja (Ravianto, 1995). Akhirnya dapat mempertinggi mutu
pekerjaan, meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.
Apa tingkat spiritual seseorang berpengaruh terhadap produktifitas kerjanya?
ReplyDeleteMohon pencerahan