This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Wednesday, 25 December 2013

Manajemen Keperawatan


KONSEP DAN PROSES MANAJEMEN KEPERAWATAN

FILOSOFI DAN MISI
1.      FILOSOFI
Filosofi keperawatan adalah pernyataan keyakinan tentang keperawatan dan manifestasi dari nilai-nilai dalam keperawatan yang digunakan untuk berfikir dan bertindak. TQM ( Total Quality Management ) adalah suatuu dasar filosofi manajemen, karakterisk filosofi tersebut meliputi :
1)      Institusi diberikan keleluasaan dalam menentukan tujuan yang hendak dicapai dan staf mempunyai otonomi dalam pengambilan keputusan tentang tugas yang diemban.
2)      Institusi diajarkan untuk membuat keputusan dalam meningkatkan kualitas kerja dan produktifitas kerja.
3)      Penekanan TQM adalah memonitor kualitas dimana secara terus menerus mengumpulkan data tentang pendekatan ilmiah kearah peningkatan kualitas.
4)      Rencana strategis untuk masa depan dapat melalui pembentukan suatu komitmen tentang kualitas dan produktivitas.
5)      TQM terus berupaya memenuhi kebutuhan masarakat.
Filosofi pelayanan keperawatan pada tatanan klinik / RS ditekankan pada :
1)      Hak pasien untuk mendaptan pelayanan dan menentukan kehidupannya.
2)      Setiap pasien harus dihargai sama tanpa membeda-bedakan agama,suku,warna kulit, status dan jenis kelamin.
3)      Askep yang diberikan ditujukan pada pemenuhan kebutuhan individu.
4)      Askep yang diberikan sebagai bagian integral dari pelayana kesehatan lainnya.
5)      Perlunya koordinasi dan kerjasama dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dalam mencapai tujuan organisasi.
6)      Evaluasi secara terus menerus terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.

2.      MISI
1)      Menyediakan askep yangh efektif dan efisien.
2)      Membantu mengembangkan dan mendorong suasana yang kondusif bagi pasien da staf keperawatan/ non keperawatan.
3)      Mengajarkan, mengarahkan, dan membantu dalam kegiatan professional keperawatan.
4)      Turut serta dan kerjasama dengan semua anggota tim kesehatan yang ada di RS.
Misi diartikan sebagai suatu langkah nyata dari profesi keperawatan dalam meaksanakan visi yang telah ditetapkan, yaitu menjaga dan mengawasi suatu proses profesionalisasi keperawatan Indonesia agar terus berjalan dan berkesinambungan.
Penjabaran visi dan misi dalam pelayanan keperawatan di RS, menurut Gillies (1989)  :
1)      Mengaplikasikan kerangka konsep dan acuan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
2)      Mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan.
3)      Menerapkan strategi dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang efisien kepada semua konsumen.
4)      Meningkatkan hubungan yang baik dengan semua tim kesehatan.
5)      Menilai kualitas layanan yang diberikan berdasar standar criteria yang ada.
6)      Mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dalam menilai dan memberikan intervensi keperawatan kpd pasien.
7)      Meningkatkan pendidikan berkelanjutan
8)      Berpartisipasi secara aktif dalam upaya perubahan model asuhan keperawatan
9)      Menciptakan lingkuungan kerja yang kondusif dan melibatkan staf dalam mengambil keputusan yang menyangkut ttg askep.
10)  Memberikan penghargaan pada staf yang berprestasi.
11)  Konsisten selalu meningkatkan layanan yang baik.
12)  Meningatkan pandangan masyarakat yang positif tentang profesi keperawatan.
13)  Mendukung renca usaha meningkatan kualitas asuhan keperawatan.

PROSES MANAJEMEN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian – pengmpulan data
2.      Perencanaan
3.      Pelaksanaan
4.      Evaluasi

Monday, 16 December 2013

HIPOPITUITARISME




HIPOPITUITARISME

A.   KELEJAR HIPOFISIS
Kelenjar hipofisis terletak dalam rongga dinding tulang, sella tursika tulang sphenoid, yang terletak berdekatan dengan kiasma optikum dan sinus kavernosus. Kelenjar hipofisis memiliki dua komponen yaitu adhenohipofisis (lobus anterior) berasal dari kantong Rathke dan neurohipofisis (lobus posterior) yahng merupakan perluasan bagian ventral hipotalamus.
Berbagai jenis sel hipofisis anterior memproduksi tujuh jenis hormone yang berbeda yaitu adenocorticotropic hormone (ACTH), melanocyte stimulating hormone (MSH), thyrotropin (TSH), growth hormone (GH), follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH) dan prolaktin (PRL).
Berikut fungsi dari hormone-hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior:
1.    Growth Hormon meningaktkan pertumbuhan binatang dengan mempengaruhi banyak fungsi metabolisme di seluruh tubuh.
2.    MSH merupakan unsure pokok dari proopiomelanokortin. Hormone ini meningkatkan pigmentasi kulit dengan merangsang disperse granula-granula melanin dalam melanosit.
3.    Adrenokortikotropin mengatur sekresi beberapa hormon korteks adrenal yang selanjutnya mempengaruhi metabolisme glukosa, protein dan lemak. ACTH (Adrenocorticotropic Hormon) merangsang biosintesis dan pelepasan kortisol oleh korteks adrenal.
4.    TSH merangsang pertumbuhan dan fungsi kelenjar tiroid. TSh menyebabkan pelepasan tiroksin (T4) dan triyodotironin (T3). TSH (Thyroid Stimulating Hormon : tirotropin) merangsang uptake yodida dan sintesis serta pelepasan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.
5.    Prolaktin meningkatkan perkembangan kelenjar mammae dan pembentukan susu.

6.    Gonadotropin
a.    Hormon perangsang folikel / FSH (Follicte – Stimulating Hormon) merangsang perkembangan folikel de graaf dan sekresi hormone esterogen dan ovarium serta spermatogenesis pada testis.
b.    Hormon Luteinisasi (LH) mendorong ovulasi dan luteinasi folikel yang sudah masak di dalam ovarium. Pada laki – laki hormon ini, yang dahulunya disebut hormon perangsang sel interstisialis (ICSH=Interfisial Cell Stimulating Hormon), merangsang produksi dan pelepasan testosteron oleh sel – sel leydig di testis.
Hipofisis posterior menghasilkan dua jenis hormone yaitu antidiuretik hormone (ADH) dan oksitosin. Berikut fungsi hormone hipofisis posterior:
1.    Antidiuretik hormone (ADH):
a.    Mengatur osmolaritas dan volume air dalam tubuh
b.    Meningkatkan permeabilitas tubula ginjal terhadap air sehingga lebih banyak air yang di reabsorbsi.
c.    Menstimulasi rasa haus.
2.    Oksitosin:
a.    Mengkonsentrasikan alveolus payudara, sehingga mambantu mengalirkan susu dari kelenjar mammae ke puting susu salama penghisapan.
b.    Meningkatkan kontraksi uterus bila sudah ada his
Insufisiensi hipofisis biasanya mempengaruhi semua hormone yang normalnya disekresi oleh hipofisi anterior yang disebut sebagai panhipopituitarisme. Gangguan pada hipofisis juga dapat mengakibatkan hipersekresi dari hormone yang dihasilkan seperti GH yang menyebabkan gigantisme dan akromegali.
 
B.  KONSEP TEORI HIPOPITUITARISME
1.    DEFINISI
Hipopituitarisme adalah hipofungsi kelenjar hipofisis. Panhipopituitarisme (penyakit Simmod) merupakan keadaan tidak adanya seluruh sekresi hipofisis dan penyakit ini jarang dijumpai.

2.    ETIOLOGI
Keadaan hipofungsi kelenjar hiposis dapat terjadi akibat penyakit pada kelenjar hipofisis sendiri atau pada hipotalamus; namun demikian, akibat kedua keadaan ini pada hakekatnya sama. Hipopituitarisme dapat terjadi akibat kerusakan lobus anterior kelenjar hipofisis. Kegagalan hipofisis anterior juga dapat disebabkan oleh aadanya nekrosis hipofisis pascapartus (syndrome Sheenan) namun merupakan penyebab yang jarang.
Hipopituitarisme juga merupakan komplikasi terapi radiasi pada bagian kepala dan leher. Kerusakan total kelenjar hipofisis akibat trauma, tumor atau lesi vaskuler akan menghilangkan semua stimulus yang secara normal diterima oleh kelenjar tiroid, gonad dan adrenal.
Beberapa proses patologik dapat menyebabkan insufisiensi hipofisis dengan cara merusak sel-sel hipofisis normal yaitu tumor hipofisis, thrombosis vaskuler yang menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis normal, penyakit granulomatosa infiltratir dan idiopatik atau mungkin penyakit yang bersifat autoimun.
3.    MANIFESTASI KLINIS
Hipopituitarisme mempengaruhi fungsi kelenjar endokrin yang dirangsang oleh hormon-hormon hipofisa anterior, karena itu gejala bervariasi tergantung kepada jenis hormon apa yang kurang. Gejala-gejalanya biasanya timbul secara bertahap dan tidak disadari selama beberapa waktu, tetapi kadang terjadi secara mendadak dan dramatis.
Bisa terjadi kekurangan satu, beberapa atau semua hormon hipofisa anterior.
a.    Kekurangan gonadotropin (LH dan FSH) pada wanita pre-menopause bisa menyebabkan:
1)    terhentinya siklus menstruasi (amenore)
2)    kemandulan
3)    vagina yang kering
4)    hilangnya beberapa ciri seksual wanita.
b.    Pada pria, kekurangan gonadotropin menyebabkan:
1)    impotensi
2)    pengkisutan buah zakar
3)    berkurangnya produksi sperma sehingga terjadi kemandulan
4)    hilangnya beberapa ciri seksual pria (misalnya pertumbuhan badan dan rambut wajah).
c.    Kekurangan gonadotropin juga terjadi pada sindroma Kallmann, yang juga menderita:
1)    celah bibir atau celah langit – langit mulut
2)    buta warna
3)    tidak mampu membaui sesuatu.
d.    Kekurangan hormon pertumbuhan pada dewasa biasanya menyebabkan sedikit gejala atau tidak menyebabkan gejala; tetapi pada anak-anak bisa menyebabkan lambatnya pertumbuhan, kadang-kadang menjadi cebol (dwarfisme).
e.    Kekurangan TSH menyebabkan hipotiroidisme, yang menimbulkan gejala berupa :
1)    kebingungan
2)    tidak tahan terhadap cuaca dingin
3)    penambahan berat badan
4)    sembelit
5)    kulit kering.
f.     Kekurangan kortikotropin saja jarang terjadi, bisa menyebabkan kurang aktifnya kelenjar adrenal, yang akan menimbulkan gejala berupa:
1)    lelah
2)    tekanan darah rendah
3)    kadar gula darah rendah
4)    rendahnya toleransi terhadap stres (misalnya trauma utama, pembedahan atau infeksi).
g.    Kekurangan prolaktin yang terisolasi merupakan keadaan yang jarang terjadi, tetapi bisa menjelaskan mengapa beberapa wanita tidak dapat menghasilkan air susu setelah melahirkan.
h.    Sindroma Sheehan merupakan suatu komplikasi yang jarang terjadi, dimana terjadi kerusakan sebagian kelenjar hipofisa. Gejalanya berupa lelah, rontoknya rambut kemaluan dan rambut ketiak serta ketidakmampuan menghasilkan air susu.

4.    PEMERIKSAAN FISIK
a.    Inspeksi: amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada, pertumbuhan rambut aksila dan pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis).
b.    Palpasi: palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar tergantung pada penyebab hipotuitari, perlu juga dikaji data lain sebagian data penyerta seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukkan pemeriksaan terhadap fungsi serebrum dan fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
c.    Dampak perubahan fisik terhadap klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
d.    Data penunjang dari pemeriksaan seperti: foto cranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sela tursika, pemeriksaan serum darah untuk menilai LH, FSH, GH, prolaktin, aldosteron, testosterone, kortisol, androgen, tess stimulasi yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing hormone.

5.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.    Pemeriksaan laboratorik
Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
b.    Pemeriksaan radiologic
Foto polos kepala, poliomografi berbagai arah (multi direksional), pneumoensefalografi, CT Scan, angiografi serebral.
c.    Pemeriksaan lapang pandang: adanya kelainan lapang pandang mencurigakan adanya tumor hipofisis yan gmenekan kiasma optic.
d.    Pemeriksaan diagnostic: pemeriksaan kortisol, T3, T4, serta estrogen atau testosterone, pemeriksaan ACTH, TSH dan LH, tes provokasi dengan menggunakan stimulant atau supresan hormone, dan dengan melakukan pengukuran efeknya terhadap kadar hormone serum.

6.    KOMPLIKASI
a.    Kardiovaskuler: hipertensi, tromboflebitis, tromboembolisme, percepatan aterosklerosis
b.    Imunologi: peningkatan risiko infeksi dan penyamaran tanda-tanda infeksi
c.    Perubahan mata: glaucoma, lesi kornea
d.    Musculoskeletal: pelisutan otot, kesembuhan luka yang jelek, osteoporosis dengan fraktur kompresi vertebra, fraktur patologik tulang panjang, nekrosis aseptic kaput femoris.
e.    Metabolic: perubahan pada metabolism glukosa sindrom penghentian steroid
f.     Perubahan penampilan: muka seperti  bulan (moonface), pertambagan berat badan, jerawat.

7.    DIAGNOSA BANDING
a.    Gangguan hipotalamus
b.    Penyakit organ target seperti gagal tiroid primer, penyakit Addison atau gagal gonadal primer
c.    Penyebab sindrom chusing lain termasuk tumor adrenal, sindrom ACTH ektopik
d.    Diabetes isipidus psikogenik atau nefrogenik
e.    Sindrom Parkinson.
8.    PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan hipopituitarisme mencakup penggantian hormone-hormon yang kurang. GH manusia, hormone yan ghanya efektif pada manusia dihasilkan dengan teknik rekombinasi asam deoksiribonukleat (DNA), dapat digunakan untuk mengobati pasien dengan defisiensi GH dan hanya dapat dikerjakan oleh dokter spesialis.
Insufisiensi adrenal yang disebabkan karena defisiensi sekresi ACTH diobati dengan memberikan hidrokortison oral. Pemberian tiroksin oral dapat mengobati hipotiroidisme yang diakibatkan defisiensi TSH. Pemberian androgen dan estrogen dapat mengobati defisiensi gonadotropin, namun pemberian gonadotropin tersebut dapat pula menginduksi ovulasi. Defisiensi GH membutuhkan GH setiap hari.
Bila defisiensi disebabkan oleh tumor, umumnya dilakukan radiasi. Bila gejala-gejala tekanan oleh tumor progresif maka dilakukan operasi. Terapi substitusi dengan pemberian hidrokortison antara 20 – 30 mg sehari per oral. Umumnya disesuaikan dengan siklus harian sekresi steroid yaitu 10 – 15 mg waktu pagi, 10 mg waktu malam. Prednisone dan deksametason tidak diberikan karena kurang menyebabkan retensi garam dan air. Bila terdapat stress (infeksi, operasi dan lain-lain), dosis oral dinaikkan atau diberikan parenteral.
Bila terjadi krisis adrenal, syok diatasi segera dengan pemberian cairan parenteral NaCl-glukosa, steroid dan vasopressin. Puluis tiroid/tiroksin diberikan setelah terapi dengan hidrokortison. Pada penderita laki-laki diberikan suntikan testosterone enantot atau testosterone siprionat 200 mg intramuscular tiap 2 minggu. Dapat juga diberikan fluoxymetron 10 mg per oral setiap hari. Estrogen diberikan pada wanita secara siklik untuk mempertahankan siklus haid. Diberikan juga androgen dosis setengah dosis pada laki-laki dan dihentikan bila ada gejala virilisasi GH bila terdapat dwarisme. Pemberian desmopresin dengan insuflasi masal dalam dosis terukur.


E.   KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPOPITUITARISME
1.    Pengkajian
Pengkajian mencakup hal-hal berikut ini:
a.    Riwayat penyakit masa lalu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien serta riwayat radiasi pada kepala.
b.    Sejak kapan keluhan dirasakan
Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata pada masa pra remaja.
c.    Apakah keluhan terjadi sejak lahir
Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir terdapat pada pasien kretinisme
d.    Kaji tanda-tanda vital untuk perbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.
e.    Berat dan tinggi badan saat lahir atau kaji pertumbuhan fisikk klien. Bandingkan dengan standar pertumbuhan anak.
f.     Kaji keluhan utama klien seperti:
1)    Pertumbuhan lambat
2)    Ukuran otot dan tulang kecil
3)    Tanda-tanda seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis dan rambut aksila, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid dan lain-lain.
4)    Infertilitas.
5)    Impotensi.
6)    Libido menurun.
7)    Nyeri senggama pada wanita.
g.    Pemeriksaan fisik
1)    Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada, pertumbuhan rambut aksila dan pubis. Pada klien pria, amati pula pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis).
2)    Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar tergantung pada penyebab hipopituitasi, perlu dikaji juga data lain sebagai data penyerta seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi serebrum dan fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
h.    Kaji dampak perubahan fisik terhadap kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
i.      Data penunjang dari pemeriksaan diagnostic
1)    Foto cranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika.
2)    Pemeriksaan serum darah: LH, FSH, GH, androgen, prolaktin, testosterone, kortisol, aldosteron, test stimulating yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing hormone.

2.    Diagnose keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
a.    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormone pertumbuhan.
b.    Koping individu inefektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit.
c.    Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
d.    Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan transmisi impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
e.    Deficit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
f.     Risiko gangguan integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar hormonal.

3.    Intervensi Keperawatan
Secara umum tujuan yang diharapkan dari perawatan klien dengan hipofungsi hipofisis adalah:
a.    Klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri tinggi.
b.    Klien dapat berpartisipasi aktif dalam program pengobatan.
c.    Klien dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
d.    Klien bebas dari rasa cemas.
e.    Klien terhindar dari komplikasi.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a.    Diagnosa: gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormone pertumbuhan.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
Criteria hasil:
1.    melakukan kegiatan penerimaan, penampilan misalnya kerapian pakaian, postur tubuh, pola makan dan kehadiran diri.
2.    Penampilan dalam perawatan diri/tanggungjawab peran.
Intervensi:
1.    Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan
R/ mengkaji sejauh mana tingkat penolakan terhadap kenyataan akan kondisi fisik tubuh untuk mmepercepat teknik penyembuhan/penanganan.
2.    Motivasi individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan dan prognosa kesehatan
R/ pengetahuan tentang proses perjalanan penyakit memudahkan klien secara bertahap menerima keadaannya.
3.    Tingkatkan komunikasi terbuka, hindari kritik/penilaian terhadap perilaku klien.
R/ membantu tiap individu untuk memahami area dalam program sehingga salah pemahaman tidak terjadi.
4.    Berikan kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman yang sama.
R/ sebagai problem solving.
5.    Bantu staf mewaspadai dan menerima perasaan snediri bila merawat pasien lain
R/ perilaku menilai, perasaan jijik, marah dan aneh dapat mempengaruhi perawatan/ditransmisikan pada klien, menguatkan harga diri negative.
b.    Diagnosa: Koping individu inefektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit.
Tujuan:  Setelah dilakukan tindakan keperawatan tingkat koping individu meningkat.
Kriteria hasil:
1.    Mengungkapkan perasaan yang berhubungan dengan keadaan emosional.
2.    Mengidentifikasi pola koping personal dan konsekuensi perilaku yang diakibatkan.
3.    Mengidentifikasi kekuatan personal dan menerima dukungan melaului hubungan keperawatan.
4.    Membuat keputusan dan dilanjutkan dengan tindakan yang sesuai / mengubah situasi provokatif dalam lingkungan personal.
Intervensi:
1.    Berikan dukungan jika individu berbicara
R/ klien meningkatkan rasa percaya diri kepada orang lain.
2.    Bantu individu untuk memecahkan masalah (problem solving).
R/ dengan berkurangnya ketegangan, ketakutan kliena kan menurun dan tidak mengucil/ mengisolasi diri dari lingkungan
3.    Instruksikan individu untuk melakukan tehnik relasi dalam proses tehnik penatalaksanaan stress
R/ ketepatan penanganan dan proses penyembuhan.
4.    Kolaborasi dengan tenaga ahli psikologi untuk proses penyuluhan.
R/  klien mengerti tentang penyakitnya
c.    Diagnosa: Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan harga diri meningkat.
Kriteria hasil:
1.    Mengungkapkan hasil perasaan dan pikiran mengenai diri
2.    Mengidentifikasi dua atributif positif mengenai diri.
Intervensi:
1.    Bina hubungan saling percaya
R/ Rasa percaya diri meningkat, pasien menerima kenyataan akan penampilan tubuh.
2.    Tingkatkan interaksi sosial
R/ pasien akan merasa berarti, dihargai, dihormati, serta diterima oleh lingkungan.
3.    Diskusi harapan/keinginan/perasaan.
R/ dengan cara pertukaran pengalaman perasaan akan lebih mampu dalam mencegah faktor penyebab terjadinya harga diri  rendah.
4.    Rujuk ke pelayanan pendukung
R/ memberikan tempat untuk pertukaran dan pengalaman yang sama.

d.    Diagnosa: gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan kesalahan interpertasi sekunder, gangguan transmisi, implus.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan penglihatan berangsur-angsur membaik.
Kriteria hasil:
1.    Menunjukkan tanda adanya penurunan gejala yang menimbulkan gangguan persepsi sensori.
2.    Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor resiko jika mungkin.
3.    Menggunakan rasionalisasi dalam tindakan penanganan
Intervensi:
1.    Kurangi penglihatan yang berlebih.
R/ mengurangi tingkat ketegangan otot mata, meningkatkan relaksasi mata.
2.    Orientasikan terhadap keseluruhan tiga bidang (orang, tempat, waktu).
R/ untuk mengetahui faktor penyebab melalui tes sensori indera penglihatan.
3.    Sediakan waktu untuk istirahat bagi klien tanpa gangguan.
R/ meningkatkan kepekaan indera penglihatan melalui stimulus indera khususnya penglihatan.
4.    Gunakan berbagai metode untuk menstimulasi indera.
R/ mempertahankan normalitas melalui waktu lebih muda bila tidak mampu menggunakan penglihatan
e.    Diagnosa: ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan: ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan berkurang.
Kriteria hasil:
1.    Peningkatan kenyaman psikologi dan fisiologis
2.    Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
Intervensi:
1.    Catat respon verbal dan non verbal pasien.
R/ mengetahui perasaan yang sedang dialami klien.
2.    Berikan aktivitas yang dapat menurunkan ketegangan.
R/ kondisi rileks dapat menurunkan tingkat ansietas
3.    Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
R/ mengatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
f.     Diagnosa: defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat aktif dalam aktifitas perawatan diri.
Kriteria hasil:
1.    Mengidentifikasi kemampuan aktifitas perawatan.
2.    Melakukan kebersihan optimal setelah bantuan dalam perawatan diberikan.
3.    Berpartisipasi secara fisik/verbal dalam aktifitas, perawatan diri/pemenuhan kebutuhan dasar.
Intervensi:
1.    Tingkatkan partisipasi optimal.
R/ partisipasi optimal dapat memaksimalkan perawatan diri.
2.    Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas perawatan.
R/ dapat menumbuhkan rasa percaya diri klien.
3.    Beri dorongan untuk mengekspresikan perasaan tentang kurang perawatan diri.
R/ dapat memberikan kesempatan pada klien untuk melakukan perawatan diri.
g.    Resiko gangguan integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunkan kadar hormonal.
Tujuan: setelah dilakukan keperawatan integritas kulit dalam kondisi normal.
Kriteria hasil:
1.    Mengidentifikasi faktor penyebab.
2.    Berpartisipasi dalam rencana pengobatan yang dilakukan untuk meningkatkan penyembuhan luka.
3.    Menggambarkan etiologi dan tindakan pencegahan.
4.    Memperlihatkan integritas kulit bebas dari luka tekan.
Intervensi:
1.    Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat.
R/ mengurangi ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membran mukosa yang kering dan untuk rehidrasi.
2.    Berikan dorongan latihan rentang gerak dan mobilisasi.
R/ meningkatkan pemeliharaan fungsi otot/sendi.
3.    Ubah posisi atau mobilitasi
R/ meningkatkan posisi fungsional pada ekstrimitas.
4.    Tingkatkan masukan karbohidrat dan protein untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif.
R/ kelemahan dan kehilangan pengaturan metabolisme terhadap makanan dapat mengakibatkan malnutrisi.
5.    Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin.
R/ posisi datar menjaga keseimbangan tubuh dan mencegah retensi cairan pada daerah tertentu sehingga tidak terjadi edema lokal.



DAFTAR PUSTAKA


Baradero, Mary. 2009. Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.
Ganong, W.F. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 14. Jakarta: EGC.
Michael, T. McDermott. 2005. Secret Series Endocrinology. Colorado: Mosby-Year Book.
Noer, Sjaifoelah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Rumoharbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: EGC.
Scanlon, Valerie C. 2006. Essentials of Anatomy and Physiology Fifth edition. New York: F.A. Davis Company.
Smeltzer, Suzane. 2001. Buku Ajar Keperawatan Brunner & Suddarth Edisi ke 8. Jakarta: EGC
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.