HIPOPITUITARISME
A.
KELEJAR HIPOFISIS
Kelenjar hipofisis terletak dalam rongga
dinding tulang, sella tursika tulang sphenoid, yang terletak berdekatan dengan
kiasma optikum dan sinus kavernosus. Kelenjar hipofisis memiliki dua komponen
yaitu adhenohipofisis (lobus
anterior) berasal dari kantong Rathke dan neurohipofisis
(lobus posterior) yahng merupakan perluasan bagian ventral hipotalamus.
Berbagai jenis sel hipofisis anterior
memproduksi tujuh jenis hormone yang berbeda yaitu adenocorticotropic hormone
(ACTH), melanocyte stimulating hormone (MSH), thyrotropin (TSH), growth hormone
(GH), follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH) dan
prolaktin (PRL).
Berikut fungsi dari hormone-hormon yang
dihasilkan oleh hipofisis anterior:
1.
Growth Hormon meningaktkan pertumbuhan
binatang dengan mempengaruhi banyak fungsi metabolisme di seluruh tubuh.
2.
MSH
merupakan unsure pokok dari proopiomelanokortin. Hormone ini meningkatkan
pigmentasi kulit dengan merangsang disperse granula-granula melanin dalam
melanosit.
3.
Adrenokortikotropin mengatur sekresi beberapa
hormon korteks adrenal yang selanjutnya mempengaruhi metabolisme glukosa,
protein dan lemak. ACTH (Adrenocorticotropic Hormon) merangsang biosintesis dan pelepasan kortisol oleh
korteks adrenal.
4.
TSH merangsang pertumbuhan dan fungsi
kelenjar tiroid. TSh menyebabkan pelepasan tiroksin (T4) dan triyodotironin
(T3). TSH (Thyroid Stimulating Hormon : tirotropin) merangsang uptake yodida
dan sintesis serta pelepasan
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.
5.
Prolaktin meningkatkan perkembangan kelenjar mammae
dan pembentukan susu.
6.
Gonadotropin
a. Hormon
perangsang folikel / FSH (Follicte – Stimulating
Hormon) merangsang perkembangan folikel de graaf dan sekresi hormone esterogen dan ovarium serta spermatogenesis
pada testis.
b. Hormon
Luteinisasi (LH) mendorong ovulasi dan luteinasi
folikel yang sudah masak di dalam ovarium. Pada laki – laki hormon ini, yang
dahulunya disebut hormon perangsang sel interstisialis (ICSH=Interfisial Cell
Stimulating Hormon), merangsang produksi dan pelepasan testosteron oleh sel – sel leydig di testis.
Hipofisis posterior menghasilkan dua jenis
hormone yaitu antidiuretik hormone (ADH) dan oksitosin. Berikut fungsi hormone
hipofisis posterior:
1. Antidiuretik
hormone (ADH):
a. Mengatur osmolaritas dan volume air dalam tubuh
b. Meningkatkan permeabilitas tubula ginjal terhadap air
sehingga lebih banyak air yang di reabsorbsi.
c. Menstimulasi
rasa haus.
2. Oksitosin:
a. Mengkonsentrasikan
alveolus payudara, sehingga mambantu mengalirkan susu dari kelenjar mammae ke
puting susu salama penghisapan.
b. Meningkatkan kontraksi uterus bila sudah ada his
Insufisiensi
hipofisis biasanya mempengaruhi semua hormone yang normalnya disekresi oleh
hipofisi anterior yang disebut sebagai panhipopituitarisme.
Gangguan pada hipofisis juga dapat mengakibatkan hipersekresi dari hormone yang
dihasilkan seperti GH yang menyebabkan gigantisme dan akromegali.
B. KONSEP TEORI HIPOPITUITARISME
1.
DEFINISI
Hipopituitarisme adalah
hipofungsi kelenjar hipofisis. Panhipopituitarisme
(penyakit Simmod) merupakan keadaan tidak adanya seluruh sekresi hipofisis
dan penyakit ini jarang dijumpai.
2.
ETIOLOGI
Keadaan hipofungsi
kelenjar hiposis dapat terjadi akibat penyakit pada kelenjar hipofisis sendiri
atau pada hipotalamus; namun demikian, akibat kedua keadaan ini pada hakekatnya
sama. Hipopituitarisme dapat terjadi akibat kerusakan lobus anterior kelenjar
hipofisis. Kegagalan hipofisis anterior juga dapat disebabkan oleh aadanya
nekrosis hipofisis pascapartus (syndrome Sheenan) namun merupakan penyebab yang
jarang.
Hipopituitarisme juga
merupakan komplikasi terapi radiasi pada bagian kepala dan leher. Kerusakan
total kelenjar hipofisis akibat trauma, tumor atau lesi vaskuler akan
menghilangkan semua stimulus yang secara normal diterima oleh kelenjar tiroid,
gonad dan adrenal.
Beberapa proses
patologik dapat menyebabkan insufisiensi hipofisis dengan cara merusak sel-sel
hipofisis normal yaitu tumor hipofisis, thrombosis vaskuler yang menyebabkan
nekrosis kelenjar hipofisis normal, penyakit granulomatosa infiltratir dan
idiopatik atau mungkin penyakit yang bersifat autoimun.
3.
MANIFESTASI KLINIS
Hipopituitarisme mempengaruhi fungsi kelenjar endokrin yang dirangsang oleh
hormon-hormon hipofisa anterior, karena itu gejala bervariasi tergantung kepada
jenis hormon apa yang kurang. Gejala-gejalanya biasanya timbul secara bertahap
dan tidak disadari selama beberapa waktu, tetapi kadang terjadi secara mendadak
dan dramatis.
Bisa terjadi kekurangan satu, beberapa atau semua hormon hipofisa anterior.
a. Kekurangan gonadotropin
(LH dan FSH) pada wanita pre-menopause bisa menyebabkan:
1) terhentinya
siklus menstruasi (amenore)
2) kemandulan
3) vagina yang
kering
4) hilangnya
beberapa ciri seksual wanita.
b. Pada pria,
kekurangan gonadotropin menyebabkan:
1) impotensi
2) pengkisutan
buah zakar
3) berkurangnya
produksi sperma sehingga terjadi kemandulan
4) hilangnya
beberapa ciri seksual pria (misalnya pertumbuhan badan dan rambut wajah).
c. Kekurangan
gonadotropin juga terjadi pada sindroma Kallmann, yang juga menderita:
1) celah bibir
atau celah langit – langit mulut
2) buta warna
3) tidak mampu
membaui sesuatu.
d. Kekurangan hormon
pertumbuhan pada dewasa biasanya menyebabkan sedikit gejala atau tidak
menyebabkan gejala; tetapi pada anak-anak bisa menyebabkan lambatnya
pertumbuhan, kadang-kadang menjadi cebol (dwarfisme).
e. Kekurangan TSH
menyebabkan hipotiroidisme, yang menimbulkan gejala berupa :
1) kebingungan
2) tidak tahan
terhadap cuaca dingin
3) penambahan
berat badan
4) sembelit
5) kulit
kering.
f. Kekurangan kortikotropin
saja jarang terjadi, bisa menyebabkan kurang aktifnya kelenjar adrenal,
yang akan menimbulkan gejala berupa:
1) lelah
2) tekanan
darah rendah
3) kadar gula
darah rendah
4) rendahnya
toleransi terhadap stres (misalnya trauma utama, pembedahan atau infeksi).
g. Kekurangan prolaktin
yang terisolasi merupakan keadaan yang jarang terjadi, tetapi bisa menjelaskan
mengapa beberapa wanita tidak dapat menghasilkan air susu setelah melahirkan.
h. Sindroma
Sheehan merupakan suatu komplikasi yang jarang terjadi, dimana terjadi kerusakan
sebagian kelenjar hipofisa. Gejalanya berupa lelah, rontoknya rambut kemaluan
dan rambut ketiak serta ketidakmampuan menghasilkan air susu.
4.
PEMERIKSAAN FISIK
a.
Inspeksi:
amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah
dada, pertumbuhan rambut aksila dan pubis pada klien pria amati pula
pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis).
b.
Palpasi:
palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar tergantung pada
penyebab hipotuitari, perlu juga dikaji data lain sebagian data penyerta
seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukkan pemeriksaan
terhadap fungsi serebrum dan fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri
kepala.
c.
Dampak
perubahan fisik terhadap klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
d.
Data
penunjang dari pemeriksaan seperti: foto cranium untuk melihat pelebaran dan
atau erosi sela tursika, pemeriksaan serum darah untuk menilai LH, FSH, GH,
prolaktin, aldosteron, testosterone, kortisol, androgen, tess stimulasi yang
mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing hormone.
5.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
Pemeriksaan
laboratorik
Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi
kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
b.
Pemeriksaan radiologic
Foto polos kepala, poliomografi berbagai arah
(multi direksional), pneumoensefalografi, CT Scan, angiografi serebral.
c.
Pemeriksaan
lapang pandang: adanya kelainan lapang pandang mencurigakan adanya tumor
hipofisis yan gmenekan kiasma optic.
d.
Pemeriksaan
diagnostic: pemeriksaan kortisol, T3, T4, serta estrogen atau testosterone,
pemeriksaan ACTH, TSH dan LH, tes provokasi dengan menggunakan stimulant atau
supresan hormone, dan dengan melakukan pengukuran efeknya terhadap kadar
hormone serum.
6.
KOMPLIKASI
a.
Kardiovaskuler:
hipertensi, tromboflebitis, tromboembolisme, percepatan aterosklerosis
b.
Imunologi:
peningkatan risiko infeksi dan penyamaran tanda-tanda infeksi
c.
Perubahan
mata: glaucoma, lesi kornea
d.
Musculoskeletal:
pelisutan otot, kesembuhan luka yang jelek, osteoporosis dengan fraktur
kompresi vertebra, fraktur patologik tulang panjang, nekrosis aseptic kaput
femoris.
e.
Metabolic:
perubahan pada metabolism glukosa sindrom penghentian steroid
f.
Perubahan
penampilan: muka seperti bulan
(moonface), pertambagan berat badan, jerawat.
7.
DIAGNOSA BANDING
a.
Gangguan
hipotalamus
b.
Penyakit
organ target seperti gagal tiroid primer, penyakit Addison atau gagal gonadal
primer
c.
Penyebab
sindrom chusing lain termasuk tumor adrenal, sindrom ACTH ektopik
d.
Diabetes
isipidus psikogenik atau nefrogenik
e.
Sindrom
Parkinson.
8.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan
hipopituitarisme mencakup penggantian hormone-hormon yang kurang. GH manusia,
hormone yan ghanya efektif pada manusia dihasilkan dengan teknik rekombinasi
asam deoksiribonukleat (DNA), dapat digunakan untuk mengobati pasien dengan
defisiensi GH dan hanya dapat dikerjakan oleh dokter spesialis.
Insufisiensi
adrenal yang disebabkan karena defisiensi sekresi ACTH diobati dengan
memberikan hidrokortison oral. Pemberian tiroksin oral dapat mengobati
hipotiroidisme yang diakibatkan defisiensi TSH. Pemberian androgen dan estrogen
dapat mengobati defisiensi gonadotropin, namun pemberian gonadotropin tersebut
dapat pula menginduksi ovulasi. Defisiensi GH membutuhkan GH setiap hari.
Bila
defisiensi disebabkan oleh tumor, umumnya dilakukan radiasi. Bila gejala-gejala
tekanan oleh tumor progresif maka dilakukan operasi. Terapi substitusi dengan
pemberian hidrokortison antara 20 – 30 mg sehari per oral. Umumnya disesuaikan
dengan siklus harian sekresi steroid yaitu 10 – 15 mg waktu pagi, 10 mg waktu
malam. Prednisone dan deksametason tidak diberikan karena kurang menyebabkan
retensi garam dan air. Bila terdapat stress (infeksi, operasi dan lain-lain),
dosis oral dinaikkan atau diberikan parenteral.
Bila
terjadi krisis adrenal, syok diatasi segera dengan pemberian cairan parenteral
NaCl-glukosa, steroid dan vasopressin. Puluis tiroid/tiroksin diberikan setelah
terapi dengan hidrokortison. Pada penderita laki-laki diberikan suntikan testosterone
enantot atau testosterone siprionat 200 mg intramuscular tiap 2 minggu. Dapat
juga diberikan fluoxymetron 10 mg per oral setiap hari. Estrogen diberikan pada
wanita secara siklik untuk mempertahankan siklus haid. Diberikan juga androgen
dosis setengah dosis pada laki-laki dan dihentikan bila ada gejala virilisasi
GH bila terdapat dwarisme. Pemberian desmopresin dengan insuflasi masal dalam
dosis terukur.
E.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPOPITUITARISME
1.
Pengkajian
Pengkajian mencakup hal-hal berikut ini:
a.
Riwayat
penyakit masa lalu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien serta
riwayat radiasi pada kepala.
b.
Sejak kapan
keluhan dirasakan
Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi
gonadotropin nyata pada masa pra remaja.
c.
Apakah
keluhan terjadi sejak lahir
Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir terdapat pada pasien kretinisme
d.
Kaji
tanda-tanda vital untuk perbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.
e.
Berat dan
tinggi badan saat lahir atau kaji pertumbuhan fisikk klien. Bandingkan dengan
standar pertumbuhan anak.
f.
Kaji keluhan
utama klien seperti:
1)
Pertumbuhan
lambat
2)
Ukuran otot
dan tulang kecil
3)
Tanda-tanda
seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis dan rambut aksila,
payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid dan lain-lain.
4)
Infertilitas.
5)
Impotensi.
6)
Libido
menurun.
7)
Nyeri
senggama pada wanita.
g.
Pemeriksaan
fisik
1)
Amati bentuk
dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada,
pertumbuhan rambut aksila dan pubis. Pada klien pria, amati pula pertumbuhan
rambut wajah (jenggot dan kumis).
2)
Palpasi
kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar tergantung pada penyebab
hipopituitasi, perlu dikaji juga data lain sebagai data penyerta seperti bila
penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi
serebrum dan fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
h.
Kaji dampak
perubahan fisik terhadap kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
i.
Data
penunjang dari pemeriksaan diagnostic
1)
Foto cranium
untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika.
2)
Pemeriksaan
serum darah: LH, FSH, GH, androgen, prolaktin, testosterone, kortisol,
aldosteron, test stimulating yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi
tiroid releasing hormone.
2.
Diagnose keperawatan
Diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
a. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
perubahan struktur tubuh dan fungsi tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan
defisiensi hormone pertumbuhan.
b. Koping individu inefektif berhubungan dengan
kronisitas kondisi penyakit.
c. Harga diri rendah berhubungan dengan
perubahan penampilan tubuh.
d. Gangguan persepsi sensori penglihatan
berhubungan dengan gangguan transmisi impuls sebagai akibat penekanan tumor
pada nervus optikus.
e. Deficit perawatan diri berhubungan dengan
menurunnya kekuatan otot.
f. Risiko gangguan integritas kulit (kekeringan)
berhubungan dengan menurunnya kadar hormonal.
3.
Intervensi Keperawatan
Secara umum tujuan yang
diharapkan dari perawatan klien dengan hipofungsi hipofisis adalah:
a.
Klien
memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri tinggi.
b.
Klien dapat
berpartisipasi aktif dalam program pengobatan.
c.
Klien dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
d.
Klien bebas
dari rasa cemas.
e.
Klien
terhindar dari komplikasi.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
a.
Diagnosa:
gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi
tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormone pertumbuhan.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan
keperawatan, klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri
yang tinggi.
Criteria hasil:
1.
melakukan
kegiatan penerimaan, penampilan misalnya kerapian pakaian, postur tubuh, pola
makan dan kehadiran diri.
2.
Penampilan
dalam perawatan diri/tanggungjawab peran.
Intervensi:
1.
Dorong
individu untuk mengekspresikan perasaan
R/
mengkaji sejauh mana tingkat penolakan terhadap kenyataan akan kondisi fisik
tubuh untuk mmepercepat teknik penyembuhan/penanganan.
2.
Motivasi
individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan dan prognosa
kesehatan
R/
pengetahuan tentang proses perjalanan penyakit memudahkan klien secara bertahap
menerima keadaannya.
3.
Tingkatkan
komunikasi terbuka, hindari kritik/penilaian terhadap perilaku klien.
R/ membantu
tiap individu untuk memahami area dalam program sehingga salah pemahaman tidak
terjadi.
4.
Berikan
kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman yang sama.
R/
sebagai problem solving.
5.
Bantu staf
mewaspadai dan menerima perasaan snediri bila merawat pasien lain
R/
perilaku menilai, perasaan jijik, marah dan aneh dapat mempengaruhi
perawatan/ditransmisikan pada klien, menguatkan harga diri negative.
b.
Diagnosa: Koping
individu inefektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
tingkat koping individu meningkat.
Kriteria hasil:
1.
Mengungkapkan perasaan yang berhubungan dengan
keadaan emosional.
2.
Mengidentifikasi pola koping personal dan
konsekuensi perilaku yang diakibatkan.
3.
Mengidentifikasi kekuatan personal dan menerima
dukungan melaului hubungan keperawatan.
4.
Membuat keputusan dan dilanjutkan dengan tindakan
yang sesuai / mengubah situasi provokatif dalam lingkungan personal.
Intervensi:
1.
Berikan dukungan jika individu berbicara
R/ klien meningkatkan rasa percaya diri kepada
orang lain.
2.
Bantu individu untuk memecahkan masalah (problem
solving).
R/ dengan berkurangnya ketegangan, ketakutan kliena
kan menurun dan tidak mengucil/ mengisolasi diri dari lingkungan
3.
Instruksikan individu untuk melakukan tehnik relasi
dalam proses tehnik penatalaksanaan stress
R/ ketepatan penanganan dan proses penyembuhan.
4.
Kolaborasi dengan tenaga ahli psikologi untuk
proses penyuluhan.
R/ klien
mengerti tentang penyakitnya
c.
Diagnosa: Harga diri rendah berhubungan dengan
perubahan penampilan tubuh.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
harga diri meningkat.
Kriteria hasil:
1.
Mengungkapkan hasil perasaan dan pikiran mengenai
diri
2.
Mengidentifikasi dua atributif positif mengenai
diri.
Intervensi:
1.
Bina hubungan saling percaya
R/ Rasa percaya diri meningkat, pasien menerima
kenyataan akan penampilan tubuh.
2.
Tingkatkan interaksi sosial
R/ pasien akan merasa berarti, dihargai, dihormati,
serta diterima oleh lingkungan.
3.
Diskusi harapan/keinginan/perasaan.
R/ dengan cara pertukaran pengalaman perasaan akan
lebih mampu dalam mencegah faktor penyebab terjadinya harga diri rendah.
4.
Rujuk ke pelayanan pendukung
R/ memberikan tempat untuk pertukaran dan
pengalaman yang sama.
d.
Diagnosa: gangguan persepsi sensori (penglihatan)
berhubungan dengan kesalahan interpertasi sekunder, gangguan transmisi, implus.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
penglihatan berangsur-angsur membaik.
Kriteria hasil:
1.
Menunjukkan tanda adanya penurunan gejala yang
menimbulkan gangguan persepsi sensori.
2.
Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor resiko
jika mungkin.
3.
Menggunakan rasionalisasi dalam tindakan penanganan
Intervensi:
1.
Kurangi penglihatan yang berlebih.
R/ mengurangi tingkat ketegangan otot mata,
meningkatkan relaksasi mata.
2.
Orientasikan terhadap keseluruhan tiga bidang
(orang, tempat, waktu).
R/ untuk mengetahui faktor penyebab melalui tes
sensori indera penglihatan.
3.
Sediakan waktu untuk istirahat bagi klien tanpa
gangguan.
R/ meningkatkan kepekaan indera penglihatan melalui
stimulus indera khususnya penglihatan.
4.
Gunakan berbagai metode untuk menstimulasi indera.
R/ mempertahankan normalitas melalui waktu lebih
muda bila tidak mampu menggunakan penglihatan
e.
Diagnosa: ansietas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan
Tujuan: ansietas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan berkurang.
Kriteria hasil:
1.
Peningkatan kenyaman psikologi dan fisiologis
2.
Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
Intervensi:
1.
Catat respon verbal dan non verbal pasien.
R/ mengetahui perasaan yang sedang dialami klien.
2.
Berikan aktivitas yang dapat menurunkan ketegangan.
R/ kondisi rileks dapat menurunkan tingkat ansietas
3.
Jadwalkan istirahat adekuat dan periode
menghentikan tidur.
R/ mengatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
f.
Diagnosa: defisit perawatan diri berhubungan dengan
menurunnya kekuatan otot.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
klien dapat aktif dalam aktifitas perawatan diri.
Kriteria hasil:
1.
Mengidentifikasi kemampuan aktifitas perawatan.
2.
Melakukan kebersihan optimal setelah bantuan dalam
perawatan diberikan.
3.
Berpartisipasi secara fisik/verbal dalam aktifitas,
perawatan diri/pemenuhan kebutuhan dasar.
Intervensi:
1.
Tingkatkan partisipasi optimal.
R/ partisipasi optimal dapat memaksimalkan perawatan
diri.
2.
Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam
setiap aktivitas perawatan.
R/ dapat menumbuhkan rasa percaya diri klien.
3.
Beri dorongan untuk mengekspresikan perasaan
tentang kurang perawatan diri.
R/ dapat memberikan kesempatan pada klien untuk
melakukan perawatan diri.
g.
Resiko gangguan integritas kulit (kekeringan)
berhubungan dengan menurunkan kadar hormonal.
Tujuan: setelah dilakukan keperawatan integritas
kulit dalam kondisi normal.
Kriteria hasil:
1.
Mengidentifikasi faktor penyebab.
2.
Berpartisipasi dalam rencana pengobatan yang
dilakukan untuk meningkatkan penyembuhan luka.
3.
Menggambarkan etiologi dan tindakan pencegahan.
4.
Memperlihatkan integritas kulit bebas dari luka
tekan.
Intervensi:
1.
Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi
yang adekuat.
R/ mengurangi ketidaknyamanan yang dihubungkan
dengan membran mukosa yang kering dan untuk rehidrasi.
2.
Berikan dorongan latihan rentang gerak dan
mobilisasi.
R/ meningkatkan pemeliharaan fungsi otot/sendi.
3.
Ubah posisi atau mobilitasi
R/ meningkatkan posisi fungsional pada ekstrimitas.
4.
Tingkatkan masukan karbohidrat dan protein untuk
mempertahankan keseimbangan nitrogen positif.
R/ kelemahan dan kehilangan pengaturan metabolisme
terhadap makanan dapat mengakibatkan malnutrisi.
5.
Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin.
R/ posisi datar menjaga keseimbangan tubuh dan
mencegah retensi cairan pada daerah tertentu sehingga tidak terjadi edema
lokal.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary. 2009. Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.
Ganong, W.F. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 14. Jakarta: EGC.
Michael, T. McDermott.
2005. Secret Series Endocrinology. Colorado:
Mosby-Year Book.
Noer, Sjaifoelah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi
ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Price, Sylvia Anderson.
2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Rumoharbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Endokrin. Jakarta: EGC.
Scanlon,
Valerie C. 2006. Essentials of Anatomy
and Physiology Fifth edition. New York: F.A. Davis Company.
Smeltzer,
Suzane. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Brunner & Suddarth Edisi ke 8. Jakarta: EGC
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.